Ad
Scroll untuk melanjutkan membaca
Ad

ASWAJA DAN TRILOGI PMII: INTEGRASI NILAI KEIMANAN, AKAL DAN PRILAKU



sahabatliterasi-Ahl al-Sunnah wa al-Jama'ah (ASWAJA) merupakan fondasi ideologis yang menjadi ruh bagi perjalanan intelektual dan gerakan kaderisasi Pergerakan Mahasiswa Islam Indonesia (PMII). Sejarah lahirnya ASWAJA sendiri berakar pada upaya menjaga keseimbangan antara iman, akal, dan amal dalam tradisi Islam. Sebagaimana ditegaskan oleh Abu al-Hasan al-Asy’ari dan Abu Mansur al-Maturidi, Aswaja hadir sebagai jalan tengah (Tawassuth) di antara ekstrem rasionalisme dan tekstualisme, menempatkan akal dan wahyu dalam posisi harmonis untuk memahami realitas kehidupan dan nilai-nilai ketuhanan.

Di tubuh PMII, ASWAJA tidak sekadar menjadi doktrin teologis, tetapi juga menjadi Manhaj al-Fikr dan Manhaj al-Harokah. Ia menjadi kerangka ideologis yang membentuk Trilogi PMII yakni Tri Motto, Tri Komitmen, dan Tri Khidmat yang merupakan kristalisasi nilai-nilai keislaman dan kemanusiaan. Ketiganya menjadi sistem nilai yang saling bertautan: Dzikir, Fikr, dan Amal Sholeh dalam Tri Motto, Kejujuran, Kebenaran, dan Keadilan dalam Tri Komitmen, serta Taqwa, Intelektual, dan Profesional dalam Tri Khidmat.

Poin pertama dalam Trilogi PMII Dzikir, Kejujuran, dan Taqwa merupakan hasil serapan nilai Islam yang berakar dari keimanan dan bersemayam di hati. Dzikir menjadi kesadaran spiritual yang meneguhkan hubungan manusia dengan Tuhan, sebagaimana firman Allah: 

“اَلَا بِذِكْرِ اللّٰهِ تَطْمَىِٕنُّ الْقُلُوْبُۗ” (Q.S. Ar-Ra’d: 28).

Kejujuran (ṣidq) adalah manifestasi moral dari hati yang beriman, ia menjadi pondasi etika sosial yang menumbuhkan rasa amanah dan integritas. Sedangkan taqwa menjadi puncak kesadaran spiritual dan moral yang melahirkan komitmen etis dalam setiap tindakan. Dalam pandangan al-Ghazali, hati yang bersih (qalb salim) adalah sumber segala amal baik, dan dzikir menjadi penjaganya agar senantiasa terhubung dengan kebenaran ilahiah.

Poin kedua Fikr, Kebenaran, dan Intelektual merupakan hasil serapan dari tradisi filsafat yang menekankan fungsi akal sebagai instrumen pencarian kebenaran. Akal dalam pandangan ASWAJA tidak pernah dilepaskan dari wahyu, melainkan menjadi sarana untuk menafsirkan dan mengembangkan nilai-nilai ilahiah dalam realitas kehidupan. Sejalan dengan pandangan Ibnu Rushd, akal dan wahyu tidak dapat saling menegasikan karena keduanya berujung pada kebenaran yang sama. PMII menempatkan fikr sebagai jalan intelektual untuk mengasah nalar kritis, menimbang realitas sosial, dan menegakkan kebenaran (al-ḥaqq). Dalam konteks ini, kader PMII dituntut untuk menjadi intelektual yang tidak hanya berpikir logis, tetapi juga memiliki kedalaman spiritual dan kepekaan sosial.

Adapun poin ketiga Amal Sholeh, Keadilan, dan Profesional merupakan paduan harmonis antara Islam dan filsafat. Amal sholeh merupakan bentuk praksis keimanan, keadilan adalah nilai etis yang bersumber dari kesadaran rasional dan spiritual, sedangkan profesionalitas adalah aktualisasi dari kemampuan dan tanggung jawab dalam konteks sosial modern. Dalam perspektif filsafat tindakan (praxis) sebagaimana dikemukakan Paulo Freire, amal bukan sekadar aktivitas, tetapi refleksi kritis atas realitas yang menuntun manusia untuk mengubah keadaan menuju kemaslahatan. Dengan demikian, amal sholeh yang dihidupi oleh kader PMII bukan hanya ritual keagamaan, tetapi aksi sosial yang berorientasi pada keadilan dan kesejahteraan umat.

Trilogi PMII pada hakikatnya adalah sintesis antara iman, akal, dan amal tiga dimensi utama manusia yang dijaga keseimbangannya oleh Aswaja. Sebagaimana dikatakan oleh Nurcholish Madjid, Islam harus dipahami secara integral antara iman yang menghidupkan spiritualitas, ilmu yang menuntun rasionalitas, dan amal yang mewujudkan nilai-nilai kemanusiaan. Ketiga dimensi ini tidak bisa dipisahkan, hati menjadi sumber keimanan, akal menjadi sumber kebenaran, dan tindakan menjadi manifestasi keduanya dalam kehidupan sosial.

Dengan demikian, ASWAJA dalam tubuh PMII bukanlah sekadar identitas ideologis, melainkan sebuah sistem nilai dan metode berpikir yang menyatukan dzikir sebagai fondasi spiritual, fikr sebagai proses intelektual, dan amal sholeh sebagai tindakan nyata. Ketiganya melahirkan manusia paripurna (insan kamil) yang tidak hanya beriman dan berilmu, tetapi juga berdaya guna dalam masyarakat. Inilah yang menjadikan PMII tetap relevan sebagai gerakan intelektual profetik gerakan yang berpijak pada nilai-nilai ketuhanan, berorientasi pada kebenaran, dan berkomitmen pada keadilan sosial.

Penulis: Ma'mun (Ketua II Eksternal PMII STAIDA) 
Baca Juga
Postingan Terbaru
  • ASWAJA DAN TRILOGI PMII: INTEGRASI NILAI KEIMANAN, AKAL DAN PRILAKU
  • ASWAJA DAN TRILOGI PMII: INTEGRASI NILAI KEIMANAN, AKAL DAN PRILAKU
  • ASWAJA DAN TRILOGI PMII: INTEGRASI NILAI KEIMANAN, AKAL DAN PRILAKU
  • ASWAJA DAN TRILOGI PMII: INTEGRASI NILAI KEIMANAN, AKAL DAN PRILAKU
  • ASWAJA DAN TRILOGI PMII: INTEGRASI NILAI KEIMANAN, AKAL DAN PRILAKU
  • ASWAJA DAN TRILOGI PMII: INTEGRASI NILAI KEIMANAN, AKAL DAN PRILAKU
Ad
Ad
Tutup Iklan
Ad