POLARISASI PMII STAIDA: STRATEGI KADERISASI ALIH STATUS DARI STIUDA
Alih status kelembagaan dari STIUDA (Sekolah Tinggi Ilmu Ushuluddin Darussalam) menjadi STAIDA (Sekolah Tinggi Ilmu Agama Darussalam) Bangkalan menandai sebuah fase penting dalam dinamika intelektual dan organisatoris di lingkungan kampus tersebut.
Perubahan nomenklatur ini bukan sekadar administratif, melainkan menuntut adanya penyesuaian arah gerak kaderisasi Pergerakan Mahasiswa Islam Indonesia (PMII) Komisariat STAIDA dalam merespons tantangan zaman dan kebutuhan basis kader di tengah realitas sosial keagamaan yang terus berkembang.
Dalam konteks ini, PMII STAIDA dihadapkan pada kebutuhan untuk melakukan migrasi pola kaderisasi, dari pola tradisional yang berpusat pada ideologisasi normatif, menuju pola fakultatif berbasis potensi kader. Artinya, setiap kader perlu difasilitasi untuk mengembangkan kemampuan sesuai bidang minat dan keilmuannya baik pada aspek akademik, sosial, ekonomi kreatif, maupun teknologi.
Perubahan ini mengharuskan PMII STAIDA tidak hanya mengandalkan pendekatan ideologis, tetapi juga menggunakan strategi yang lebih integratif dan adaptif terhadap perkembangan teknologi digital.
Untuk menjawab tantangan tersebut, strategi yang diusung adalah paradigma kritis-teknologi. Paradigma ini bertolak dari pandangan bahwa realitas sosial dan pendidikan kader tidak bisa dilepaskan dari struktur kuasa pengetahuan dan media digital.
Jurgen Habermas berpendapat paradigma kritis berupaya “membebaskan manusia dari dominasi sistem dan ideologi yang membatasi kesadaran reflektifnya". Dalam konteks kaderisasi PMII, pendekatan kritis ini bermakna sebagai upaya untuk melahirkan kader yang reflektif, kritis terhadap realitas sosial, serta mampu menggunakan teknologi sebagai instrumen pembebasan dan pemberdayaan, bukan sekadar hiburan atau konsumsi informasi.
Sebagai bentuk konkret dari paradigma ini, PK PMII STAIDA merumuskan orientasi kaderisasi baru dengan tagline “Kaderisasi Zaman Now”. Tagline ini bukan sekadar jargon modernitas, melainkan menjadi konsorsium kaderisasi yang mengintegrasikan nilai-nilai keislaman, intelektualitas, dan literasi digital. Kaderisasi Zaman Now menekankan tiga dimensi utama:
1. Digitalisasi Gerakan, yakni penggunaan teknologi sebagai medium utama dalam pendidikan kader, penyebaran gagasan, dan pengorganisasian.
2. Inovasi Nilai, yakni reinterpretasi nilai-nilai Aswaja dan PMII agar tetap relevan dengan konteks sosial modern.
3. Kolaborasi Multisektor, yakni membuka ruang bagi sinergi lintas bidang dan komunitas.
Gagasan ini mendapat landasan kuat dari pernyataan Akaidozawa, Ketua PKC PMII Jawa Timur, sebagai pemateri di kegiatan Pelatihan Kader Lanjut (PKL) VII PC PMII Bangkalan.
Perumussan sebuah pendekatan strategis yang dikenal dengan konsep ABCGM (Akademisi, Bisnis, Community, Government, Media). Rumusan ini menegaskan pentingnya keterhubungan PMII dengan lima pilar strategis yang menopang kekuatan kader modern sebagai berikut:
1. Akademisi, merepresentasikan pentingnya kader PMII menguasai basis keilmuan dan riset sebagai fondasi gerakan intelektual.
2. Bisnis, menegaskan kemandirian ekonomi kader dan kemampuan membaca peluang usaha dalam era digital.
3. Community, menguatkan peran sosial PMII dalam memberdayakan kader.
4. Government, menekankan sinergi dengan kebijakan publik dan keterlibatan kader dalam ruang advokasi kebangsaan.
5. Media, sebagai sarana komunikasi dan reproduksi pengetahuan publik, tempat PMII harus hadir dengan narasi yang cerdas, santun, dan kritis.
Integrasi konsep ABCGM ke dalam strategi kaderisasi PMII STAIDA menjadi formulasi keberlangsungan gerakan yang tidak hanya berorientasi pada penguatan ideologis, tetapi juga pada produktivitas sosial dan inovasi kader.
Rangkaian kerangka tersebut, kader PMII STAIDA diharapkan mampu bertransformasi menjadi intelektual organik, sebagaimana dikatakan Antonio Gramsci, yakni intelektual yang tidak terpisah dari realitas masyarakatnya, tetapi terlibat aktif dalam mengubahnya.
Dengan demikian, polarisasi PMII STAIDA bukan berarti perpecahan arah gerak, melainkan pemetaan potensi dan diferensiasi peran kader sesuai bidang masing-masing. Kader yang memiliki orientasi akademik dapat fokus pada pengembangan penelitian dan pemikiran kritis kader dengan minat media dapat memperkuat narasi digital dan kampanye ideologis.
Dalam era di mana teknologi menjadi wajah baru peradaban, PMII STAIDA berupaya menegaskan posisinya sebagai pusat gerakan kaderisasi kritis-teknologis, yang berpijak pada nilai-nilai Aswaja, namun menatap masa depan dengan visi progresif dan transformatif.

0 Response to "POLARISASI PMII STAIDA: STRATEGI KADERISASI ALIH STATUS DARI STIUDA" 1 Response to "POLARISASI PMII STAIDA: STRATEGI KADERISASI ALIH STATUS DARI STIUDA"
Posting Komentar