Ad
Scroll untuk melanjutkan membaca
Ad

Audiensi Pengantar Logika (spesifikasi Ilmu dan Pengetahuan menurut Mundiri)

Pengetahuan (knowledge) secara mendasar merupakan hasil dari aktivitas mengetahui, yakni tersingkapnya suatu kenyataan ke dalam jiwa manusia hingga tidak lagi menyisakan keraguan. Pada tahap ini, pengetahuan bersifat pengenalan manusia mengetahui sesuatu karena realitas itu telah hadir dalam kesadarannya. Namun, pengetahuan masih berada pada level deskriptif ia belum tentu teruji secara rasional dan belum tentu melahirkan kejelasan sikap intelektual.

Ilmu menuntut lebih jauh daripada sekadar pengetahuan. Ilmu menghendaki adanya ketertiban berpikir, kejelasan dasar, serta hubungan yang logis antara satu gagasan dengan gagasan lainnya. Sebagaimana ditegaskan oleh Mundiri dalam kajian logikanya bahwa “logika adalah ilmu yang mempelajari kaidah-kaidah berpikir secara lurus, tepat, dan teratur". Kutipan ini menegaskan bahwa kualitas berpikir tidak ditentukan oleh banyaknya informasi, melainkan oleh struktur rasional yang menopang informasi tersebut.

Dalam konteks ini, seseorang dapat memiliki pengetahuan yang luas, tetapi tanpa logika, pengetahuan itu mudah bercampur antara yang benar dan yang keliru. Karena itu, ilmu bukan sekadar isi (content), melainkan juga cara berpikir (method of thinking). Bagi kader PMII, logika menjadi instrumen penting untuk memilah realitas sosial, membaca wacana keagamaan, serta merumuskan sikap organisasi secara bertanggung jawab.

Mundiri juga menekankan bahwa logika berfungsi sebagai alat kontrol bagi akal, agar manusia tidak terjebak pada kesimpulan yang tergesa-gesa atau emosional. Dalam hal ini, ilmu menjadi pengetahuan yang telah diuji melalui kaidah rasional, bukan sekadar diyakini. Inilah yang membedakan antara “tahu” dan “paham”.

Secara epistemologis, ilmu bersumber dari dua jalur utama. Pertama, ilmu a posteriori, yaitu ilmu yang diperoleh melalui pengalaman indrawi dan eksperimen. Ilmu ini lahir dari pengamatan langsung terhadap realitas empiris. Dalam dunia kaderisasi PMII, ilmu a posteriori tampak ketika kader turun ke masyarakat, melakukan observasi sosial, membaca problem kemiskinan, ketimpangan, dan ketidakadilan secara langsung.

Kedua, ilmu a priori, yaitu ilmu yang bersumber dari akal. Ilmu ini tidak bergantung sepenuhnya pada pengalaman indrawi, melainkan pada kemampuan rasio dalam memahami prinsip-prinsip umum dan hukum-hukum logis. Mundiri menjelaskan bahwa akal melalui logika mampu menyusun pengertian, pertimbangan, dan kesimpulan secara sistematis. Inilah yang memungkinkan kader PMII tidak hanya melihat persoalan, tetapi juga memahami struktur persoalan.

Audiensi logika ilmu dan pengetahuan ini menegaskan bahwa kader PMII harus mampu mengintegrasikan ilmu a posteriori dan a priori. Pengalaman tanpa logika melahirkan aktivisme yang reaktif, sementara logika tanpa pengalaman melahirkan intelektualisme yang steril. PMII menuntut kader yang berpikir lurus, bersikap kritis, dan berpijak pada realitas umat.

Dengan demikian, sebagaimana ditegaskan dalam logika Mundiri, ilmu adalah upaya mendisiplinkan akal agar berpikir benar. Audiensi ini menjadi ruang reflektif bagi kader PMII untuk menyadari bahwa kualitas kader bukan diukur dari seberapa banyak ia berbicara, tetapi dari ketepatan berpikir, kedalaman analisis, dan keberanian moral dalam bertindak atas dasar ilmu.
Baca Juga
Postingan Terbaru
  • Audiensi Pengantar Logika (spesifikasi Ilmu dan Pengetahuan menurut Mundiri)
  • Audiensi Pengantar Logika (spesifikasi Ilmu dan Pengetahuan menurut Mundiri)
  • Audiensi Pengantar Logika (spesifikasi Ilmu dan Pengetahuan menurut Mundiri)
  • Audiensi Pengantar Logika (spesifikasi Ilmu dan Pengetahuan menurut Mundiri)
  • Audiensi Pengantar Logika (spesifikasi Ilmu dan Pengetahuan menurut Mundiri)
  • Audiensi Pengantar Logika (spesifikasi Ilmu dan Pengetahuan menurut Mundiri)
Ad
Ad
Tutup Iklan
Ad